Minggu, 02 Desember 2012

Contoh Program CSR


Contoh Program CSR ( Corporate Social Responbility ) di perusahaan
Dalam press release perusahaan itu disebutkan bahwa sumbangan tersebut merupakan aktivitas Corporate Social Responsilibity (CSR). Klaim itu rupanya menuai banyak tanggapan, yang intinya mengatakan kegiatan tersebut tak layak disebut CSR atau CSR yang salah.
Berangkat dari kasus kecil di atas, sejatinya agak sulit mendiskripsikan yang namanya CSR, apalagi jika penilaiannya layak atau tidak, benar atau salah.
Jauh sebelum istilah CSR dikenal, sejumlah perusahaan memang sudah mengandalkan program sosial sebagai program komunikasinya, melalui community relations/community development program.
Cara itu umumnya dilakukan oleh perusahaan yang berbasis alam, seperti OGM (oil gas mining), perkebunan, pabrik-pabrik yang menghasilkan limbah, dan sebagainya. Merekalah yang selama ini gencar melakukan community relations. Bahkan sebagian besar anggaran komunikasinya adalah untuk CSR.
Perkembangan bisnis dan tuntutan global agar dunia usaha menjalankan bisnis secara sehat dan etis membuat kegiatan sosial pun makin beragam wujudnya. Mulailah industri-industri ”ringan” memasukkan CSR dalam program kampanye perusahaan.
Contoh yang paling terkenal adalah The Body Shop. Pendirinya, Anita Roddick, sejak awal memang mengaplikasikan ”green concept” dalam perusahaan penghasil kosmetik ini.
Saat ini, tuntutan untuk melakukan CSR makin tinggi termasuk perusahaan di Indonesia, terutama ketika hendak go global atau sekadar menjalin kerja sama dengan perusahaan dari negara maju. Biasanya yang ditanyakan oleh calon mitra bisnis adalah apa saja program CSR yang sudah dilakukan. Ibaratnya CSR sudah menjadi semacam stimulan bisnis saat akan bekerja sama dengan perusahaan dari negara maju.
Lalu bagaimana aplikasi CSR yang sesuai untuk industri-industri ”ringan”, yang notenebe bukan pencemar lingkungan, seperti perusahaan berbasis teknolog informasi, telekomunikasi atau perbankan/keuangan?
Seperti digagas Philip Kotler dan Nancy Lee dalam bukunya berjudul Corporate Social Responsibility, sejatinya CSR merupakan instrumen penting dalam menunjang strategi perusahaan, yakni pencapaian citra yang diinginkan serta tujuan komersial. Oleh sebab itu, aplikasinya memang harus ”nyambung” dengan strategi bisnis yang ada, entah itu corporate social responsibility, corporate citizenship, community development, community giving, atau community involvement.
CSR ala Kotler dan Lee
Dalam CSR konsep Kotler dan Lee disebutkan ada 6 opsi. Pertama, cause promotion. Perusahaan mensponsori sebuah kegiatan sosial yang sedang jadi perhatian masyarakat, untuk meningkatkan citra perusahaan. Misalnya, fun walk, gerakan hijau, atau soal endemi flu burung. Atau bisa saja seperti yang dilakukan perusahaan telekomunikasi XL yang menyediakan fasilitas telepon gratis di lokasi-lokasi bencana alam. Contoh lain, Unilever yang mendukung kampanye hijau.
Contoh yang ekstrem adalah PT Djarum. Perusahaan rokok ini habis-habisan melakukan CSR di bidang bulutangkis; mendirikan sekolah bulutangkis, membuat klub, memberikan beasiswa, dan rutin melakukan aneka lomba dan mensponsori berbagai acara bulutangkis baik nasional maupun internasional.
Meski tak ada korelasi antara produk (rokok) dengan olahraga (prestasi), tapi orang dengan gampang bisa membaca aktivitas Djarum rersebut. Bulu tangkis adalah salah satu cabang olah raga yang menjadi kebanggaan Indonesia, yang sampai saat ini prestasinya masih punya pomor di dunia internasional. Dan Kudus (Djarum) adalah salah satu sumber pemain bulu tangkis yang berkelas.
Kedua, cause-related marketing, dalam bentuk sumbangan (persentase) hasil penjualan untuk didonasikan. Ini paling banyak dilakukan perusahaan-perusahaan di Indonesia. Misalnya, persentase dari hasil SMS pelanggan selama kurun waktu tertentu didonasikan untuk kepentingan pendidikan.
Contoh lain pernah dilakukan oleh produsen sabun, makanan, dan masih banyak lagi. Selain relatif lebih mudah, cara ini sekaligus melibatkan pelanggan. Ada unsur emotional relationship yang bisa dikembangkan antara produsen dan pelanggan, dimana melalui program ini, kedua belah pihak terlibat dalam sebuah program sosial.
Ketiga, corporate social marketing. Dalam konteks ini perusahaan biasanya berupa kampanye untuk perubahan perilaku masyarakat. Bisa untuk tujuan meningakatkan kesadaran akan hidup sehat, pemeliharaan lingkungan, dan lainnya. Gerakan cuci tangan yang dilakukan oleh sebuah produsen sabun, bertujuan membiasakan masyakarat mencuci tangan sebelum melakukan pelbagai aktifitas. Katakanlah kampanye ”Internet sehat” yang dilakukan dalam konteks untuk membawa masyarakat agar bisa memanfaatkan Internet secara sehat.
Keempat, corporate philanthropy. Ini yang paling jamak. Perusahaan memberikan donasi bagi masyarakat yang memerlukan. Belakangan, konteks donasi ini dilakukan secara lebih strategis. Artinya, philantropy dilakukan untuk mendukung tujuan bisnis perusahaan. Seperti perusahaan ICT memberikan donasi berupa fasilitas internet gratis di sebuah desa. Ini bisa dikolaborasikan dengan bentuk ketiga di atas, di mana donasi ini dimanfaatkan untuk membiasakan masyarakat menggunakan Internet, misalnya.
Kelima, community volunteering. Saat ini sudah banyak perusahaan yang mengalokasikan sekian jam/per tahun dari jam kerja karyawannya untuk pekerjaan sosial. Kegiatan ini dihitung dalam KPI (key perfomance indicator) setiap karyawan. Karyawan bisa melakukan kerja probono, sebagai sukarelawan, misalnya.
Keenam, social responsible business practices. Intinya mengadopsi praktek bisnis yang sesuai dengan isu sosial yang terjadi. Contohnya, perusahaan eceran yang mulai menggunakan kertas daur ulang untuk kemasan produknya.
Enam pendekatan di atas bisa menjadi acuan bagi perusahaan yang ingin menyertakan CSR sebagai bagian operasional bisnisnya. Tentunya, apapun inisitif yang dipilih harus disesuikan dengan visi dan sasaran perusahaan. Sebab, menurut Kotler, patokan kesuksesan sebuah CSR adalah kemampuannya menunjang pencapaian strategi dan tujuan perusahaan.
Nah, tantangannya adalah bagaimana perusahaan mampu secara cerdik memilih fokus program CSR dan bisa menjadikannya “kendaraan” untuk merangkul pelanggan di masa depan. Karena, secara sederhana, CSR akan sangat powerfull untuk membangun pasar masa depan. Membangun citra sekarang, dan memanen hasilnya kemudian adalah pola kerja CSR. Bukan sebaliknya.

Menurut Kotler dan Nancy (2005) Corporate Social Responsibility (CSR) didefinisikan sebagai komitmen perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui praktik bisnis yang baik dan mengkontribusikan sebagian sumber daya perusahaan
Menurut CSR Forum (Wibisono, 2007) Corporate Social Responsibility (CSR) didefinisikan sebagai bisnis yang dilakukan secara transparan dan terbuka serta berdasarkan pada nilai-nilai moral dan menjunjung tinggi rasa hormat kepada karyawan, komunitas dan lingkungan.
Corporate Social Responsibilit(CSR)adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggungjawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada. COntoh bentuk tanggungjawab itu bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan fenomena strategi perusahaan yang mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder-nya. CSR timbul sejak era dimana kesadaran akan sustainability perusahaan jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar profitability.

Manfaat bagi Masyarakat & Keuntungan Bagi perusahaan
CSR akan lebih berdampak positif bagi masyarakat; ini akan sangat tergantung dari orientasi dan kapasitas lembaga dan organisasi lain, terutama pemerintah. Studi Bank Dunia (Howard Fox, 2002) menunjukkan, peran pemerintah yang terkait dengan CSR meliputi pengembangan kebijakan yang menyehatkan pasar, keikutsertaan sumber daya, dukungan politik bagi pelaku CSR, menciptakan insentif dan peningkatan kemampuan organisasi. Untuk Indonesia, bisa dibayangkan, pelaksanaan CSR membutuhkan dukungan pemerintah daerah, kepastian hukum, dan jaminan ketertiban sosial. Pemerintah dapat mengambil peran penting tanpa harus melakukan regulasi di tengah situasi hukum dan politik saat ini. Di tengah persoalan kemiskinan dan keterbelakangan yang dialami Indonesia, pemerintah harus berperan sebagai koordinator penanganan krisis melalui CSR (Corporate Social Responsibilty). Pemerintah bisa menetapkan bidang-bidang penanganan yang menjadi fokus, dengan masukan pihak yang kompeten. Setelah itu, pemerintah memfasilitasi, mendukung, dan memberi penghargaan pada kalangan bisnis yang mau terlibat dalam upaya besar ini. Pemerintah juga dapat mengawasi proses interaksi antara pelaku bisnis dan kelompok-kelompok lain agar terjadi proses interaksi yang lebih adil dan menghindarkan proses manipulasi atau pengancaman satu pihak terhadap yang lain.
Contoh perusahaan yg telah menerapkan Corporate Social Responsibility (CSR)
PT Bank Internasional Indonesia Tbk menyelenggarakan program tanggung jawab sosial (CSR) bernama ‘BII Berbagi’. Vice President Corporate CommunicationsBII, Esti Nugraheni menjelaskan, visi dari program ini membantu masyarakat membangun masa depan yang lebih cerah.
BII Berbagi fokus pada tiga bidang utama, yakni pendidikan ( education), kegiatan untuk mendukung hidup yang sehat ( promote healthy life), serta lingkungan dan kemasyarakatan ( environment & community) dengan tetap memiliki kepekaan terhadap situasi yang terjadi di Tanah Air, seperti jika terjadi bencana alam.
Di bidang pendidikan, BII menyadari tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk meraih cita-citanya. Itulah mengapa bank ini fokus di bidang pendidikan guna membantu mereka yang kurang mampu dalam mencapai masa depan yang lebih cerah.
Program pendidikan yang dimaksud, di antaranya beasiswa untuk siswa dan mahasiswa berprestasi dan kurang mampu. Selain itu, juga ada program pengembangan kompetensi perilaku (softskill).
BII juga, lanjut Esti, aktif mengunjungi sekolah ( school visit). ”Dalam pelaksanaan program ini akan dilakukan serangkaian kegiatan, seperti pengajaran pengetahuan umum, ilmu perbankan dasar, dan komputer,” paparnya.
Program CSR lainnya, adalah mendukung pola hidup sehat melalui kegiatan olahraga, seperti pembentukan spirit dan kultur untuk menjadi juara dan mewujudkan gaya hidup sehat, serta peduli terhadap peningkatan gizi 5.000 anak di 20 kota di Indonesia yang bekerja sama dengan World Food Programme (WFP). Peduli lingkungan, seperti penanaman pohon juga menjadi salah satu poin penting program CSR bank ini.


Selasa, 23 Oktober 2012

TEORI - TEORI YANG BERKAITAN DENGAN ETIKA BISNIS


TEORI – TEORI YANG BERKAITAN DENGAN ETIKA BISNIS
Pengertian Etika
Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk. Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.

Pengertian Etika bisnis
Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.

Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, dan juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku, dan tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat.

Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan, karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan wilayah abu-abu yang tidak diatur oleh ketentuan hukum. Berikut teori-teori Etika bisnis.

Teori Utilitasme
* Utilitas berarti “bermanfaat”
* Menekankan Pembangunan Berkesinambungan
* Mementingkan Konsekuensi
* Dikritk dalam hal : Keadilan dan Hal
* Dibedakan Utilitariasme perbuatan dan Utilitarisme Aturan

Deontologi
* Deon = Kewajiban (Yunani)
* Utamakan perintah dan larangan (agama)
* Mengutamakan keadilan

Teori Hak
* Hak tidak dapat dipisahkan dari kewajiban
* Didasarkan bahwa martabat manusia sama
* Semakin banyaj Etika Bisnis menekankan hak

Teori Keutamaan
* Mementingkan sikap atau akhlak seseorang
* Karena hidup yang baik virtuous life (hidup berkeutamakan)
* Keutamaan tidak sama untuk setiap bidang
* Keutamaam, pebisnis: Kejujuran, fairness, kepercayaan, keuletan

Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya di Advance Managemen Jouurnal (1988), memberikan tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu
1. Utilitarian Approach: setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya. Individual
2. Rights Approach: setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
3. Justice Approach: para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.

Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh.

Biasanya dimulai dari perencanaan strategis, organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang handal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika bisnis akan selalu menguntungkan perusahaan baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang, karena :
• Mampu mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya friksi, baik intern perusahaan maupun dengan eksternal.
• Mampu meningkatkan motivasi pekerja.
• Melindungi prinsip kebebasan berniaga.
• Mampu meningkatkan keunggulan bersaing.

Tidak bisa dipungkiri, tindakan yang tidak etis yang dilakukan oleh perusahaan akan memancing tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif, misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi dan lain sebagainya. Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan.

Untuk menciptakan Etika bisnis terlebih dahulu harus mempunyai beberapa faktor, antara lain:
1. Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan h pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “etis”.

2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.

3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.

4. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.

5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-”ekspoitasi” lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.

6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.

7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece” dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.

8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.

9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada “oknum”, baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan “kecurangan” demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan “gugur” satu semi satu.

10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.

11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti “proteksi” terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi dimuka bumi ini. Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu akan dapat diatasi, serta optimis salah satu kendala dalam menghadapi tahun 2000 dapat diatasi.


Sumber – sumber referensi :

http://pandji99.wordpress.com/
http://repository.binus.ac.id
http://diahaja.wordpress.com/

tugas etika bisnis ( teori - teori etika bisnis )


TEORI – TEORI YANG BERKAITAN DENGAN ETIKA BISNIS

Pengertian Etika
Sacara estimologi, kata etika berasal dari kata Yunani ethos (tunggal) yang berarti adat, kebiasaan, watak, akhlak, sikap, perasaan, dan cara berpikir. Bentuk jamaknya ta etha.sebagai bentuk jamak dari ethos, ta etha berarti adat-kebiasaan atau pola pikir yang dianut oleh sekelompok orang atau yang disebut masyarakat atau pola tindakan yang dijunjung tinggi dan dipertahankan oleh masyarakat tersebut. Etika adalah ta etha atau adat-kebiasaan, yang baik dipertahankan, dijunjung tinggi, dan diwariskan secara turun temurun. Pada tataran ilmu pengetahuan, etika merupakan ilmu, yakni ilmu tentang adat istiadat yang baik.
Etika adalah suatu cabang dari filosofi yang berkaitan dengan ”kebaikan (rightness)” atau moralitas (kesusilaan) dari perilaku manusia. Dalam pengertian ini etika diartikan sebagai aturan-aturan yang tidak dapat dilanggar dari perilaku yang diterima masyarakat sebagai baik atau buruk. Sedangkan Penentuan baik dan buruk adalah suatu masalah selalu berubah. Etika bisnis adalah standar-standar nilai yang menjadi pedoman atau acuan manajer dan segenap karyawan dalam pengambilan keputusan dan mengoperasikan bisnis yang etik. Paradigma etika dan bisnis adalah dunia yang berbeda sudah saatnya dirubah menjadi paradigma etika terkait dengan bisnis atau mensinergikan antara etika dengan laba. Justru di era kompetisi yang ketat ini, reputasi perusahaan yang baik yang dilandasi oleh etika bisnis merupakan sebuah competitive advantage yang sulit ditiru. Oleh karena itu, perilaku etik penting diperlukan untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis. 
Tujuan-tujuan etika:
1.     Etika membantu kita untuk mampu mengambil sikap yang tepat pada saat menghada[pi konflik nilai.
2.     Etika membantu kita untuk mengambil sikap yang tepat dalam menghadapi tranformasi disegala bidang kehidupan sebagai akibat modernisasi.
3.     Etika memampukan kita untuk selalu bersikap kritis terhadap berbagai ideologi baru.
4.     Etika meruapakan sarana pembentuk sikap kritis para mahasiswa (khusus untuk mahasiswa).


Berbisnis Dengan Etika
Epistemologi Etika Bisnis Menurut Kamus Inggris Indonesia Oleh Echols and Shadily (1992: 219), Moral = moral, akhlak, susila (su=baik, sila=dasar, susila=dasar-dasar kebaikan); Moralitas = kesusilaan; Sedangkan Etik (Ethics) = etika, tata susila. Sedangkan secara etika (ethical) diartikan pantas, layak, beradab, susila. Jadi kata moral dan etika penggunaannya sering dipertukarkan dan disinonimkan, yang sebenarnya memiliki makna dan arti berbeda. Moral dilandasi oleh etika, sehingga orang yang memiliki moral pasti dilandasi oleh etika. Demikian pula perusahaan yang memiliki etika bisnis pasti manajernya dan segenap karyawan memiliki moral yang baik. Uno (2004) membedakan pengertian etika dengan etiket. Etiket (sopan santun) berasal dari bahasa Prancis etiquette yang berarti tata cara pergaulan yang baik antara sesama menusia. Sementara itu etika, berasal dari bahasa Latin, berarti falsafah moral dan merupakan cara hidup yang benar dilihat dari sudut budaya, susila, dan agama. Jika kata etika dikaitkan dengan kata bisnis akan menjadi Etika Binis (business ethics). Steade et al (1984: 701) dalam bukunya ”Business, Its Natura and Environment An Introduction”

Etika bisnis sendiri terbagi dalam:
• Normative ethics: Concerned with supplying and justifying a coherent moral system of thinking and judging. Normative ethics seeks to uncover, develop, and justify basic moral principles that are intended to guide behavior, actions, and decisions (DeGeorge, 2002)• Descriptive ethics: Is concerned with describing, characterizing, and studying the morality of a people, a culture, or a society. It also compares and contrasts different moral codes, systems, practices, beliefs, and values (Bunchholtz and Rosenthal, 1998).
Memang diakui oleh Steade et al. (1984: 584) bahwa menunjuk sesuatu secara tepat yang merupakan perilaku bisnis secara etik bukanlah suatu tugas gampang. Dalam hal ini, beberapa penduduk menyamakan perilaku secara etik (ethical behavior) dengan perilaku legal (legal behavior) – yaitu, jika suatu tindakan adalah legal (syah), mereka harus dapat diterima. Kebanyakan penduduk, termasuk manajer, mengakui bahwa batas-batas legal pada bisnis harus dipatuhi. Namun, mereka melihat batas-batas legal ini sebagai suatu titik pemberangkatan untuk perilaku bisnis dan tindakan manajerial. Secara nyata, perilaku bisnis beretika merefleksikan hukum ditambah tindakan etika masyarakat, moral (kesusilaan), dan nilia-nilai seperti digambarkan pada Gambar 1. Pada gilirannya formulasi hukum mengikuti suatu tindak tanduk etika masyarakat dan hasilnya secara per lahan muncul dua, yaitu adanya suatu hubungan ”give-and take” antara apa yang ”legal” dan apa yang ”cara etik”.
Etika adalah suatu cabang dari filosofi yang berkaitan dengan ”kebaikan (rightness)” atau moralitas (kesusilaan) dari kelakuan manusia. Kata etik juga berhubungan dengan objek kelakuan manusia di wilayah-wilayah tertentu, seperti etika kedokteran, etika bisnis, etika profesional (advokat, akuntan) dan lain-lain. Disni ditekankan pada etika sebagai objek perilaku manusia dalam bidang bisnis. Dalam pengertian ini etika diartikan sebagai aturan-aturan yang tidak dapat dilanggar dari perilaku yang diterima masyarakat sebagai ”baik (good) atau buruk (bad)”. Catatan tanda kutip pada kata-kata baik dan buruk, yang berarti menekankan bahwa penentuan baik dan buruk adalah suatu masalah selalu berubah. Akhirnya, keputusan bahwa manajer membuat tentang pertanyaan yang bekaitan dengan etika adalah keputusan secara individual, yang menimbulkan konskuensi. Keputusan ini merefleksikan banyak faktor, termasuk moral dan nilai-nilai individu dan masyarakat.
Secara sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan main yang tidak mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus diingat dalam praktek bisnis sehari-hari etika bisnis dapat menjadi batasan bagi aktivitas bisnis yang dijalankan. Etika bisnis sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari elemen-elemen lainnya. Keberadaan usaha pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan dengan orang-orang maupun badan hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain-lain (Dalimunthe, 2004). Etika dan moral (moralitas) sering digunakan secara bergantian dan dipertukarkan karena memiliki arti yang mirip. Ini mungkin karena kata Greek ethos dari mana ”ethics” berasal dan kata latin mores dari mana ”morals” diturunkan keduanya artinya kebiasaan (habit) atau custom (adat). Namun moral (morals) berbeda dari etika (ethics), yang mana di dalam moralitas terkandung suatu elemenelemen normatif yang tidak dapat dielakkan/dihindari (inevitable normative elements). Dengan demikian, moral berhubungan dengan pembicaraan tidak hanya apa yang dikerjakan, tapi juga apa masyarakat seharusnya dikerjakan dan dipercaya. Elemen-elemen normatif ini, atau ”keharusan (oughtness)”, konflik dengan aspek-aspek perubahan etika bisnis. Nilai-nilai (values) adalah standar kultural dari perilaku yang diputuskan sebagai petunjuk bagi pelaku bisnis dalam mencapai dan mengejar tujuan. Dengan demikian, pelaku bisnis menggunakan nilai-nilai dalam pembuatan keputusan secara etik apakah mereka menyadarinya atau tidak. Semakin lama, manajer bisnis ditantang meningkatkan sensitivitas mereka terhadap permasalahan etika. Mereka menekankan pada evaluasi secara kritis prioritas nilai-nilai mereka untuk melihat bagaimana ini pantas dengan realitas dan harapan organisasi dan masyarakat. Etika Bisnis: Suatu Kerangka Global Masalah etika dalam bisnis dapat diklasifikasikan ke dalam lima kategori yaitu: Suap (Bribery), Paksaan (Coercion), Penipuan (Deception), Pencurian (Theft), Diskriminasi tidak jelas (Unfair discrimination)(lihat Nofielman, ?), yang masingmasing dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Suap (Bribery), adalah tindakan berupa menawarkan, memberi, menerima, atau meminta sesuatu yang berharga dengan tujuan mempengaruhi tindakan seorang pejabat dalam melaksanakan kewajiban publik. Suap dimaksudkan untuk memanipulasi seseorang dengan membeli pengaruh. ‘Pembelian’ itu dapat dilakukan baik dengan membayarkan sejumlah uang atau barang, maupun ‘pembayaran kembali’ setelah transaksi terlaksana. Suap kadangkala tidak mudah dikenali. Pemberian cash atau penggunaan callgirls dapat dengan mudah dimasukkan sebagai cara suap, tetapi pemberian hadiah (gift) tidak selalu dapat disebut sebagai suap, tergantung dari maksud dan respons yang diharapkan oleh pemberi hadiah.2. Paksaan (Coercion), adalah tekanan, batasan, dorongan dengan paksa atau dengan menggunakan jabatan atau ancaman. Coercion dapat berupa ancaman untuk mempersulit kenaikan jabatan, pemecatan, atau penolakan industri terhadap seorang individu.
3. Penipuan (Deception), adalah tindakan memperdaya, menyesatkan yang disengaja dengan mengucapkan atau melakukan kebohongan.
4. Pencurian (Theft), adalah merupakan tindakan mengambil sesuatu yang bukan hak kita atau mengambil property milik orang lain tanpa persetujuan pemiliknya. Properti tersebut dapat berupa property fisik atau konseptual.
5. Diskriminasi tidak jelas (Unfair discrimination), adalah perlakuan tidak adil atau penolakan terhadap orang-orang tertentu yang disebabkan oleh ras, jenis kelamin, kewarganegaraan, atau agama. Suatu kegagalan untuk memperlakukan semua orang dengan setara tanpa adanya perbedaan yang beralasan antara mereka yang ‘disukai’ dan tidak.

Pentingnya Etika dalam Dunia Bisnis
Perubahan perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Langkah apa yang harus ditempuh?. Didalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi pengerak motor perekonomian akan berubah menjadi binatang ekonomi. Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabaian para pengusaha terhadap etika bisnis. Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.
Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan dibidang ekonomi.

Kesimpulan
1. Etika adalah suatu cabang dari filosofi yang berkaitan dengan ”kebaikan (rightness)” atau moralitas (kesusilaan) dari perilaku manusia. Dalam pengertian ini etika diartikan sebagai aturan-aturan yang tidak dapat dilanggar dari perilaku yang diterima masyarakat sebagai ”baik (good” atau buruk (bad)”. Sedangkan Penentuan baik dan buruk adalah suatu masalah selalu berubah.
2. Etika bisnis adalah standar-standar nilai yang menjadi pedoman atau acuan manajer dan segenap karyawan dalam pengambilan keputusan dan mengoperasikan bisnis yang etik.
3. Paradigma etika dan bisnis adalah dunia yang berbeda sudah saatnya dirubah menjadi paradigma etika terkait dengan bisnis atau mensinergikan antara etika dengan laba. Justru di era kompetisi yang ketat ini, reputasi perusahaan yang baik yang dilandasi oleh etika bisnis merupakan sebuah competitive advantage yang sulit ditiru. Oleh karena itu, perilaku etik penting diperlukan untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis.

Sumber – sumber referensi :
http://ardithaanggun.blogspot.com/2011/10/teori-teori-etika-bisnis.html