Rumah Kim Hoi bukan rumah sembarangan. Ketika sang kakek, Djiaw Kim Song, masih hidup dan tinggal di rumah ini,rumah ini dipakai pemuda untuk membawa pemuda Soekarno dan Hatta. Di rumah inilah naskah proklamasi disusun pada 16 Agustus 1945, sebelum dibacakan esok harinya di Jakarta.
Daerah Rengasdengklok selama ini dikenal sebagai cikal bakal Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Menurut catatan sejarah, peristiwa tersebut bermula dari "penculikan" Soekarno dan Hatta yang dilakukan oleh sejumlah pemuda dimotori Soekarni, Wikana, dan Chaerul Saleh.
Soekarno-Hatta dibawa ke Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945 pukul 04.30 WIB. Pada 65 tahun lalu, umat muslim pun sedang berpuasa Ramadan. Rombongan Soekarno-Hatta berangkat ke Rengasdengklok selepas sahur. Di daerah itu Soekarno dan Hatta didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan RI.
Selama di Rengasdengklok, Soekarno bersama Fatmawati, Guntur, dan Hatta diinapkan di rumah seorang petani bernama Djiaw Ki Song. Dipilihnya rumah itu sebagai tempat bermalam kedua tokoh proklamator ini, lantaran lokasinya berada di belakang markas Pembela Tanah Air (Peta) wilayah Karawang-Bekasi.
"Para pemuda dan pejuang saat itu memilih rumah Ki Song hanya demi keamanan saja. Apalagi warga setempat kala itu menganggap dia sebagai seorang dermawan yang sering membantu logistik para pejuang. Jadi Djiaw diberi tugas untuk menjamin makan dan malam kedua tokoh tersebut," beber Sukarman, peneliti sejarah Karawang.
Saat Soekarno sekeluarga dan Hatta bermalam di rumah tersebut, Ki Song dan istrinya diungsikan ke rumah anak sulungnya yang berjarak 300 meter dari rumah itu.
Rumah itu menjadi bersejarah, kata Sukarman, lantaran di sana Soekarno dan Hatta bersama sejumlah pemuda menyusun konsep pembacaan proklamasi. Bahkan, kata Sukarman, sebelum Sang Saka Merah Putih dikibarkan di Jalan Pegangsaan Timur No 56, Jakarta Pusat, sejumlah pemuda di Rengasdengklok telah mengibarkan bendera merah putih di Kantor Asisten Kewedanan, yang sekarang menjadi Kantor Kecamatan Rengasdengklok.
"Saat itu para pemuda telah mengibarkan bendera warna merah putih di depan kantor asisten kewedanan, pada 16 Agustus 1945, sore hari," ungkap Sukarman.
Itu sebabnya, bagi warga Karawang, peristiwa Rengasdengklok itu dianggap sebagai cikal bakal kemerdekaan RI. Mereka kemudian menyebut daerah Rengasdengklok sebagai pangkal perjuangan.
Untuk mengenang peristiwa itu, sebuah Tugu Pangkal Perjuangan pun dibuat di atas lahan yang sebelumnya merupakan markas PETA. Tugu tersebut didirikan pada 1972. Namun, rumah yang dahulu jadi tempat menginap Soekarno dan Hatta pada 16 Agustus 1945, kini sudah tidak tersisa.
Sebabnya, rumah milik Djiaw Ki Song yang asli sudah terkena abrasi sungai Citarum yang melintas di kawasan Rengasdengklok. Sebelum rumahnya terkikis sungai Citarum, Djiaw Ki Song segera memindahkan rumah berikut peralatan rumah tangga yang digunakan kedua tokoh proklamator tersebut sejak 1957.
"Jadi rumah yang jadi museum Rengasdengklok merupakan replikanya saja. Sebab rumah aslinya sudah dibongkar karena lahannya sudah jadi sungai," jelas Sukarman.
Bukan hanya rumahnya saja yang lenyap, seluruh peralatan rumah tangga, seperti piring, gelas, kursi, dan tempat tidur yang digunakan Sokerano dan Hatta juga telah dipindah ke museum.
Meski hanya replika, namun rumah berukuran 12 x 40 meter itu masih tetap dikunjungi beberapa orang. Pengunjung masih bisa melihat kamar serta ruang tamu tempat Soekarno dan Hatta menyusun konsep proklamasi.
Saat ini cucu Djiaw Ki Song, yakni Djiaw Kim Hoi yang menunggui dan merawat rumah itu. Perempuan itu pula yang selalu menemani dan menerangkan para pengunjung yang datang. Bagi pengunjung dan warga Karawang, sekalipun rumah Ki Song dan markas PETA telah lenyap, namun semangat pemuda yang terlibat dalam peristiwa Rengasdengklok tetap terkenang
SUMBER : http://www.himpalaunas.com/artikel/destinasi/2010/08/25/rengasdengklok-cikal-bakal-proklamasi-kemerdekaan-ri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar